Assalamu'alaikum
Wr. Wb
Ahlan Wasahlan
Semuanya, semoga Allah senantiasa memberikan kesehatan kepada kita semuanya dan
diberikan kelancaran dalam beraktivitas. Amiennn
Khalifah
Ali bin Abu Thalib
(35-41
Hijriah/655-661 Masehi)
Utsman
bin Affan wafat. Warga Madinah dan tiga pasukan dari Mesir, Basrah dan Kaufah
bersepakat memilih Ali bin Abu Thalib sebagai khalifah baru. Menurut riwayat,
Ali sempat menolak penunjukan itu. Namun semua mendesak untuk memimpin umat.
Pembaitan Ali pun berlangsung di masjid Nabawi.
Ali
adalah salah seorang sahabat paling dekat dengan Rasul. Sewaktu kecil, Muhammad
diasuh oleh Abu Thalib -pamannya yang juga ayah Ali. Setelah berumah tangga dan
melihat Abu Thalib hidup kekurangan, Muhammad memelihara Ali di rumahnya. Ali
dan Zaid bin Haritsah -anak angkat Muhammad-adalah orang pertama yang memeluk
Islam, setelah Khadijah. Mereka selalu salat berjamaah.
Kecerdasan
dan keberanian Ali sangat menonjol di lingkungan Qurais. Saat anak-anak, ia
telah menantang tokoh-tokoh Qurais yang mencemooh Muhammad. Ketika Muhammad
hijrah dan kaum Qurais telah menghunus pedang untuk membunuhnya, Ali tidur di
tempat tidur Muhammad serta mengenakan mantel yang dipakai Rasul itu.
Di
medan perang, dia adalah petempur yang sangat disegani. Baik di perang Badar,
Uhud hingga Khandaq. Namanya semakin sering dipuji setelah ia berhasil menjebol
gerbang benteng Khaibar yang menjadi pertahanan terakhir Yahudi. Menjelang
Rasul menunaikan ibadah haji, Ali ditugasi untuk melaksanakan misi militer ke
Yaman dan dilakukannya dengan baik.
Mengenai
kecerdasannya, Muhammad pernah memuji Ali dengan kata-kata: "Saya adalah
ibukota ilmu dan Ali adalah gerbangnya." Kefasihan bicara Ali dipuji oleh
banyak kalangan. Rasul kemudian menikahkan Ali dengan putri bungsunya, Fatimah.
Setelah Fatimah wafat, Ali menikah dengan Asmak -janda yang dua kali ditinggal
mati suaminya, yakni Ja'far (saudara Ali) dan khalifah Abu Bakar.
Sebagai
khalifah ia mewarisi pemerintahan yang sangat kacau. Juga ketegangan politik
akibat pembunuhan Utsman. Keluarga Umayah menguasai hampir semua kursi
pemerintahan. Dari 20 gubernur yang ada, hanya Gubernur Irak -Abu Musa
Al-Asyari-yang bukan keluarga Umayah. Mereka menuntut Ali untuk mengadili
pembunuh Utsman. Tuntutan demikian juga banyak diajukan tokoh netral seperti
janda Rasulullah -Aisyah, juga Zubair dan Thalhah -dua orang pertama yang masuk
Islam seperti Ali.
Beberapa
orang menuding Ali terlalu dekat dengan para pembunuh itu. Ali menyebut
pengadilan sulit dilaksanakan sebelum situasi politik reda. Ia bermaksud
menyatukan negara lebih dahulu. Untuk itu, ia mendesak Muawiyah bin Abu Sofyan
-Gubernur Syam yang juga pimpinan keluarga Umayah-untuk segera berbaiat
kepadanya.
Muawiyah
menolak berbaiat sebelum pembunuh Ustman dihukum. Ali siap menggempur Muawiyah.
Sejumlah sahabat penting seperti Mughairah, Saad bin Abi Waqas, Abdullah anak
Umar menyarankan Ali menunda serangan itu. Begitu juga sepupu Ali, Ibnu Abbas.
Tapi Ali berkeras, sehingga Ibnu Abbas mengeritiknya: "Anda ini
benar-benar panglima perang, bukan negarawan."
Ali
segera menyusun pasukan. Ia berangkat ke Kufah, wilayah yang masyarakatnya
mendukung Ali. Ia tinggalkan ibukota Madinah sepenuhnya, bahkan seterusnya,
untuk langsung memimpin perang. Hal yang tak lazim dilakukan para pemimpin
negara. Setahun sudah berlalu, pembunuh Ustman belum ditindak.
Langkah
ini makin mengundang kritik dari kelompok Aisyah. Aisyah, Thalhah dan Zubair lalu
memimpin 30 ribu pasukan dari Mekah. Pasukan Ali -yang semula diarahkan ke
Syam- terpaksa dibelokkan untuk menghadapi Aisyah. Terjadilah peristiwa
menyedihkan itu: perang antar Muslim.
Aisyah
memimpin pasukannya dalam tandu tertutup di atas unta. Banyak pasukan juga
mengendarai unta. Maka perang itu disebut Perang Unta. Sekitar 10 ribu orang
tewas dalam perang sesama Muslim ini. Aisyah tertawan setelah tandunya penuh
anak panah. Zubair tewas dibunuh di waha Al-Sibak. Thalhah terluka di kaki dan
meninggal di Basra.
Kesempatan
pun dimanfaatkan oleh Muawiyah. Ia menggantungkan jubah Ustman yang berlumur
darah, serta potongan jari istri Ustman, di masjid Damaskus untuk menyudutkan
Ali. Pihaknya bahkan menuding Ali sebagai otak pembunuhan Ustman. Muawiyah
berhasil menarik Amru bin Ash ke pihaknya.
Amru
seorang politisi ulung yang sangat disegani. Ia diiming-imingi menjadi Gubernur
Mesir. Abdullah, anak Amru yang saleh, menyarankan ayahnya untuk menolak ajakan
Muawiyah. Namun Muhammad -anaknya yang suka politik-menyarankan Amru mengambil
kesempatan. Amru tergoda. Ia mendukung Muawiyah untuk menjadi khalifah
tandingan.
Kedua
pihak bertempur di Shiffin, hulu Sungai Eufrat di perbatasan Irak-Syria.
Puluhan ribu Muslim tewas. Di pihak Ali, korban sebanyak 35 ribu di pihak
Muawiyah 45 ribu. Dalam keadaan terdesak, pihak Muawiyah bersiasat. Atas
usulkan Amru, mereka mengikat Quran di ujung tombak dan mengajak untuk
"berhukum pada Quran."
Pihak
Ali terbelah. Sebagian berpendapat, seruan itu harus dihormati. Yang lain
menyebut itu hanya cara Muawiyah untuk menipu menghindari kalah. Ali mengalah.
Kedua pihak berunding. Amru bin Ash di pihak Muawiyah, Abu Musa -yang dikenal
sebagai seorang saleh dan tak suka politik- di pihak Ali. Keduanya sepakat
untuk "menurunkan" Ali dan Muawiyah. Namun Amru kembali mengingkari
kesepakatannya.
Situasi
yang tak menentu itu membuat marah Hurkus -komandan pasukan Ali yang berasal
dari keluarga Tamim. Hurkus adalah seorang yang lurus dan keras. Caranya
memandang masalah selalu "hitam putih". Karena cara berpikirnya yang
sempit, ia pernah menggugat Rasulullah. Sekarang ia menganggap Muawiyah maupun
Ali melanggar hukum Allah. "Laa hukma illallah (tiada hukum selain
Allah)," serunya. Pelanggar hukum Allah boleh dibunuh, demikian pendapatnya.
Kelompok
Hurkus segera menguat. Orang-orang menyebut kelompok radikal ini sebagai
"khawarij" (barisan yang keluar). Mereka menyerang dan bahkan
membunuh orang-orang yang berbeda pendapat dengannya. Pembunuhan berlangsung di
beberapa tempat. Mereka berpikir, negara baru akan dapat ditegakkan jika tiga
orang yang dianggap penyebab masalah, yakni Ali, Muawiyah dan Amru dibunuh.
Hujaj
bertugas membunuh Muwawiyah di Damaskus, Amru bin Abu Bakar membunuh Ambru bin
Ash di Mesir dan Abdurrahman membunuh Ali di Kufah. Muawiyah yang kini hidup
dengan pengawalan ketat bagai raja hanya terluka. Amru bin Abu Bakar salah
bunuh orang imam yang menggantikan Amru bin Ash. Di Kaufah, Ali tengah
berangkat ke masjid ketika diserang dengan pedang. Dua hari kemudian ia wafat.
Peristiwa itu terjadi pada Ramadhan 40 Hijriah atau 661 Masehi.
Berakhirlah
model kepemimpinan Islam untuk negara yang dicontohkan Rasulullah. Muawiyah
lalu menggunakan model "kerajaan" pemerintahan negara Islam. Ibukota
pun dipindah dari Madinah ke Damaskus
Alhamdulillah,
semoga artikel ini memberikan manfaat khusus buat penulis dan umumnya buat para
pembaca sekalian
Wassalamu'alaikum Wr. Wb
Post a Comment