Assalamu'alaikum Wr. Wb
Ahlan Wasahlan Semuanya,
semoga Allah senantiasa memberikan kesehatan kepada kita semuanya dan diberikan
kelancaran dalam beraktivitas. Amiennn
Masjid
Istiqlal (1961)
Gambir,
Jakarta Pusat
Taman
Wilhelmina di depan Lapangan Banteng, tahun 1950. Sepi, gelap, kotor dan tak
terurus. Tembok-tembok bekas bangunan benteng di taman itu penuh dengan lumut
dan tanaman perdu, dengan ilalang tinggi dimana-mana. Tahun 1960, di tempat
yang sama, sekitar 50.000 orang, dari masyarakat biasa, pegawai negeri, alim
ulama, sampai ABRI
bekerja bakti membersihkan taman tak terurus di bekas benteng penjajah itu.
Setahun
kemudian, tepatnya 24 Agustus 1961, seolah menjadi tanggal yang paling
bersejarah bagi kaum muslimin di Jakarta khususnya, dan Indonesia umumnya.
Untuk pertama kalinya, di bekas taman itu, kota Jakarta memiliki sebuah masjid
besar. Sebuah masjid yang dimaksudkan menjadi simbol kemerdekaan bagi bangsa
Indonesia. Yang kemudian sengaja dicari padanan katanya dalam bahasa Arab, dan
disepakati diberi nama Istiqlal. Jadilah, Masjid Istiqlal namanya.
Tanggal
yang bertepatan dengan peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW itu, dipilih sebagai
momen pemancangan tiang pertama oleh Presiden I RI, Ir. Soekarno yang ketika
itu langsung bertindak sebagai Kepala Bidang Teknik. Dan sejak itu-dengan
beberapa kali pergantian kepanitiaan, terhitung hingga hampir 10 tahun lamanya
Masjid Istiqlal baru rampung pembangunannya.
Adalah
KH. Wahid Hasyim-Menteri Agama RI pertama sekaligus ayahanda Presiden
Abdurrahman Wahid, yang melontarkan ide pembangunan masjid itu. Tahun 1950
bersama-sama dengan H. Agus Salim, Anwar Tjokroaminoto dan Ir. Sofwan beserta
sekitar 200-an orang tokoh Islam pimpinan KH. Taufiqorrahman ide itu kemudian
dilembagakan dengan membentuk Yayasan Masjid Istiqlal.
Gedung
Deca Park di Lapangan Merdeka---- kini Jalan Medan Merdeka Utara di Taman
Moseum Nasional, menjadi saksi bisu atas dibentuknya Yayasan Masjid Istiqlal
yang dikukuhkan oleh notaris Elisa Pondang, 7 Desember 1954. Setahun
sebelumnya, Ir. Soekarno menyanggupi untuk membantu pembangunan masjid, bahkan
memimpin sendiri penjurian sayembara desain maket masjid. Setelah melalui
beberapa kali sidang, di Istana Negara dan Istana Bogor, dewan juri yang
terdiri dari Prof.Ir. Rooseno, Ir.H. Djuanda, Prof.Ir. Suwardi, Hamka, H.
Abubakar Aceh dan Oemar Husein Amin akhirnya pada 5 Juli 1955 memutuskan desain
atasnama Silaban dinyatakan sebagai model dari Masjid Istiqlal.
Terbawa
iklim politik dalam negeri yang cukup memanas, proyek ambisius itu---karena
berbarengan dengan pembangunan monumen lain seperti Gelora Senayan, Monas,dsb,
tersendat-sendat pembangunannya. Hingga pertengahan tahun '60-an proyek Masjid
Istiqlal terganggu penyelesaiannya. Puncaknya ketika meletus peristiwa G 30
S/PKI tahun '65 - '66, pembangunan Masjid Istiqlal bahkan terhenti sama sekali.
Barulah
ketika Himpunan Seniman Budayawan Islam memperingat miladnya yang ke-20,
sejumlah tokoh, ulama dan pejabat negara tergugah untuk melanjutkan pembangunan
Masjid Istiqlal. Dipelopori oleh Menteri Agama KH. M. Dahlan upaya penggalangan
dana mewujudkan fisik masjid digencarkan kembali. Presiden Soekarno, yang
pamornya di mata masyarakat mulai luntur, kedudukannya dalam kepengurusan
diganti oleh KH. Idham Chalied yang bertindak sebagai koordinator panitia
nasional Masjid Istiqlal yang baru.
Lewat
kepengurusan yang baru, masjid dengan arsitektur bergaya modern itu selesai
juga pembangunannya. Dilihat dari arsitekturnya, karena dimaksudkan sebagai
masjid besar yang berdaya tampung banyak, Masjid Istiqlal menerapkan prinsip
minimalis. Ruang-ruang terbuka/plaza di kiri-kanan bangunan utama dengan
tiang-tiang lebar diantaranya, mungkin dimaksudkan oleh perancangnya untuk
memudahkan sirkulasi udara dan penerangan yang alami.
Sekarang,
masjid seluas 4 hektare ini semarak dengan aktivitas dan organisasi ke-Islaman
di dalamnya---ada Dewan Masjid Asia dan Lautan Teduh, MUI, Dewan Masjid
Indonesia, Pusat Perpustakaan Islam Indonesia, LPTQ dan BP 4 Pusat. Bahkan
diatas lahan seluas 9,5 hektare disekelilingnya, sebagian dipergunakan untuk
kegiatan ekonomi-warung makan, souvenir, dsb.
Untuk mencapai ke lokasi
masjid berdaya tampung 100.000 orang ini cukup banyak alternatif transportasi
yang bisa dipakai. Di sebelah utara masjid berjarak 500 meter, ada stasiun KA
Jabotabek Juanda. Sedikit ke timur-sekitar 1 kilometer, pusat perbelanjaan Pasar
Baru. Atau bisa juga turun di Gambir yang terletak di selatan masjid.
Alhamdulillah, semoga artikel ini memberikan manfaat khusus buat
penulis dan umumnya buat para pembaca sekalian
Wassalamu'alaikum Wr. Wb
Post a Comment