Assalamu'alaikum
Wr. Wb
Ahlan
Wasahlan Semuanya,
semoga Allah senantiasa memberikan kesehatan kepada kita semuanya dan diberikan
kelancaran dalam beraktivitas. Amiennn
Cirebon-Banten
(1500-an
-1812)
Kalangan
kesultanan di Cirebon meyakini, pendiri Cirebon adalah Pangeran Walangsungsang.
Ia kemudian digantikan oleh Syarif Hidayatullah yang kemudian dikenal sebagai
Sunan Gunung Jati yang lahir pada 1448. Dialah yang membangun kesultanan
tersebut. Ayahnya ulama dari Timur Tengah, sedang ibunya dipercaya sebagai
putri Raja Pajajaran.
Sunan
Gunung Jati mempunyai ikatan erat dengan Demak. Jika di Demak posisi
"raja" dan "ulama" terpisah, Sunan Gunung Jati adalah
"raja" sekaligus "ulama". Ia mengenalkan Islam pada
masyarakat di wilayah Kuningan, Majalengka hingga Priangan Timur. Bersama
kerajaan Mataram, Kesultanan Cirebon mengirim ekspedisi militer untuk
menaklukkan Sunda Kelapa (kini Jakarta) di bawah Panglima Fadhillah Khan atau
Faletehan, pada 1527.
Sekitar
tahun 1520, Sunan Gunung Jati dan anaknya, Maulana Hasanuddin melakukan
ekspedisi damai ke Banten. Saat itu kekuasaan berpusat di Banten Girang di
bawah kepemimpinan Pucuk Umum -tokoh yang berada di bawah kekuasaan Raja
Pakuan, Bogor. Pucuk Umum menyerahkan wilayah itu secara sukarela, sebelum ia
mengasingkan diri dari umum. Para pengikutnya menjadi masyarakat Badui di
Banten, sekarang. Maulana Hasanuddin lalu membangun kesultanan di Surosowan,
dan Sunan Gunung Jati kembali ke Cirebon.
Setelah
Raden Patah meninggal, begitu pula Dipati Unus yang menyerbu Portugis di
Malaka, kepemimpinan dilanjutkan oleh Sultan Trenggono. Sunan Gunung Jati-lah
yang menobatkan Sultan Trenggono. Anaknya, Maulana Hasanuddin dinikahkan dengan
Ratu Nyawa, putri Sultan Demak itu. Mereka dikaruniai dua anak, Maulana Yusuf
dan Pangeran Aria Jepara -nama yang diperolehnya karena ia dititipkan pada Ratu
Kalinyamat di Jepara.
Di
Cirebon, dalam usia lanjut Sunan Gunung Jati menyerahkan keraton pada cicitnya,
Panembahan Ratu. Setelah itu, kesultanan dipegang oleh putranya, Pangeran
Girilaya. Setelah itu Cirebon terbelah. Yakni Kesultanan Kasepuhan dengan
Pangeran Martawijaya Samsuddin sebagai raja pertamanya, dan Kasultanan Kanoman
yang dipimpin Pangeran Kartawijaya Badruddin. Pada 1681, kedua kesultanan minta
perlindungan VOC. Posisi Cirebon tinggal sebagai simbol, sementara kekuasaan
sepenuhnya berada di tangan VOC.
Sementara
itu, Banten justru berkembang menjadi pusat dagang. Maulana Hasanuddin
meluaskan pengembangan Islam ke Lampung yang saat itu telah menjadi produsen
lada. Di Banten tumbuh tiga pasar yang sangat sibuk. Ia wafat pada 1570.
Sedangkan putranya, Maulana Yusuf menyebarkan Islam ke pedalaman Banten setelah
ia mengalahkan kerajaan Pakuan pada 1579. Maulana Muhammad -putra Maulana
Yusuf-tewas saat mengadakan ekspedisi di Sumatera Selatan (1596), kesultanan
lalu dipegang Sultan Abdul Mufakir Mahmud Abdul Kadir (1596-1651).
Pada
masa itulah, kapal-kapal Belanda dan Portugis berdatangan ke Banten. Demikian
pula para pedagang Cina. Ketegangan dengan Kesultanan Banten baru terjadi
setelah Sultan Abdul Mufakir wafat, dan digantikan cucunya Sultan Ageng
Tirtayasa. Saat itu, Sultan Ageng didampingi ulama asal Makassar Syekh Yusuf.
Tokoh ini berperan besar dalam perlawanan Kerajaan Gowa (Makassar) di bawah
Sultan Hasanuddin terhadap VOC. Sultan Ageng Tirtayasa yang menganggap kompeni
menyulitkan perdagangan Banten, memboikot para pedagang Belanda.
Persoalan
muncul setelah Sultan Ageng Tirtayasa menyerahkan kekuasaan pada anaknya yang
baru pulang berhaji, Abdul Kohar Nasar atau Sultan Haji (1676). Sultan Haji
lebih suka berhubungan dengan kompeni. Ia memberi keleluasaan pada Belanda
untuk berdagang di Banten. Sultan Ageng Tirtayasa tak senang dengan kebijakan
itu. Para pengikutnya kemudian menyerang Istana Surosowan pada 27 Februari
1682. Sultan Haji pun minta bantuan dari Belanda. Armada Belanda -yang baru
mengalahkan Trunojoyo di jawa Timur-dikerahkan untuk menggempur Sultan Ageng
Tirtayasa.
Para
pengikut Sultan Ageng Tirtayasa pun menyebar ke berbagai daerah untuk
berdakwah. Syekh Yusuf lalu dibuang ke Srilanka -tempat ia memimpin gerakan
perlawanan lagi, sebelum dibuang ke Afrika Selatan. Di tempat inilah Syekh
Yusuf menyebarkan Islam. Sedangkan Banten jatuh menjadi boneka Belanda.
Daendels yang membangun jalan raya Anyer-Panarukan kemudian memindahkan pusat
kekuasaan Banten ke Serang. Istana Surosowan dibakar habis pada 1812.
Pada
tahun 1887, setelah meledak wabah penyakit anthrax tahun 1880 yang menewaskan
40.000 orang dan letusan Gunung Krakatau 23 Agustus 1883 yang menewaskan 21
ribu jiwa, Kiai Wasid dan para ulama memimpin pemberontakan heroik di Cilegon.
Alhamdulillah,
semoga artikel ini memberikan manfaat khusus buat penulis dan umumnya buat para
pembaca sekalian
Wassalamu'alaikum Wr. Wb
Post a Comment